Makanan khas Sulawesi Tenggara, Sinonggi |
Wilayah penyebaran pohon sagu paling besar ada di Kota Kendari, Konawe, Konawe Selatan, Konawe Utara, dan Kolaka Timur. Masyarakat yang berdiam di daerah-daerah ini terkenal ahli meracik sagu menjadi makanan khas sinonggi, khususnya dari suku Tolaki. Tak heran bila sinonggi juga disebut manakanan khas Tolaki.
Memasak sinonggi memang terlihat mudah karena hanya disiram air panas, diaduk-aduk lalu jadi. Namun sebenarnya tidak segampang itu (bagi yang belum ahli). Dalam keadaan tertentu sinonggi tidak akan jadi (tetap encer) meski sudah disiram air panas dan diaduk. Kadang pula sinonggi yang jadi begitu lengket, ada pula sinonggi yang berwarna keunguan. Ada pula yang masih bercampur kotoran.
Lalu apa rahasianya? Ternyata ada tata cara khusus untuk mendapatkan hidangan sinonggi yang putih bak kapas baru mekar, kenyal, tidak lengket, dan membangkitkan selera makan. Caranya, mula-mula tepung sagu dicampur air biasa dalam baskom, lalu didiamkan semalaman.
Proses itu, akan membuat tepung sagu putih mengendap, sementara kotoran dan tepung sagu yang agak coklat akan terangkat ke permukaan air. Setelah itu, airnya ditumpah dan yang tersisa adalah tepung sagu basah yang putih bersih.
Proses selanjutnya, sagu ditaruh di baskom, ditambahkan minyak (apa saja yang penting minyak kelapa) satu sendok makan dan perasan jeruk nipis. Lalu, disiram air mendidih dan aduk-aduk. Sagu yang yang telah disiram air panas harus terus diaduk hingga menggumpal dan percampuran air dan sagu merata hingga tidak ada bintik-bintik tepung.
Takaran antara air dan sagu harus disesuaikan. Bila terlalu banyak air maka sinonggi yang dihasilkan bening dan tidak begitu menggumpal, namun bila takaran airnya pas maka sinonggi yang dihasilkan tampak putih bersih dan kenyal. Manfaat ditambahkan minyak kelapa adalah agar sinonggi yang dihasilkan tidak lengket.
Penyajian Sinonggi
Sinonggi biasa disajikan dengan makanan khas lainnya yang berkuah seperti ikan palumara (hidangan ikan) dan ayam tawaloho. Penyajiannya, mula-mula piring diberi kuah ikan palumara, perasan jeruk nipis, dan lombok biji. Dari wadah, sinonggi digulung dengan dua batang sumpit lalu ditaruh di piring yang telah lengkap dengan kuah tadi.
Sinonggi yang masih hangat sangat tepat untuk segera dimakan, apalagi bila kuah ikannya juga yang masih hangat. Namun, bila sudah dingin, rasanya cenderung berbeda dan hanya sedikit orang yang menyukainya.
Cara menyantapnya pun berbeda-beda. Masyarakat lokal biasanya menggunakan dua jari atau tiga jarinya untuk mengambil sinonggi dalam piring. Mereka tampak ahli mengambil sinonggi itu, seperti gerakan mencubit lalu dengan sigap memasukan potongan sinonggi ke mulut. Namun bagi yang tidak terbiasa, maka menggunakan sendok adalah pilihan satu-satunya.
Tradisi Mosonggi
Ada sebuah kebiasaan dalam masyarakat Tolaki yang sepertinya sudah menjadi tradisi. Kegiatan itu disebut “mosonggi”. Kegiatan ini bentuk kumpul-kumpul antara anggota keluarga maupun sesama teman.
Mosonggi dilakukan dalam kelompok tertentu. Kebersamaan dan keakraban sangat terlihat dalam acara ini, mulai dari menyiapkan bahan-bahan masakan pendamping sinonggi hingga memasaknya pun bersama-sama.
Mosonggi tak hanya dilakukan dalam acara kumpul-kumpul biasa di rumah sendiri. Kegiatan itu juga dilakukan ketika acara-acara besar seperti bila ada resepsi pernikahan.
Hanya saja dalam resepsi pernikahan di atas meja hidangan biasanya tidak disajikan sinonggi. Mosonggi dilakukan oleh ibu-ibu maupun bapak-bapak yang beraktivitas di dapur.
Olehnya, ketika menghadiri resepsi pernikahan maka tamu harus memesan khusus di dapur, apakah masih ada sinonggi. Salah satu sebabnya, yah tadi itu, sinonggi enaknya dihidangkan dalam keadaan hangat.
Ketersediaan Sagu Terancam
Hingga tahun 2019 ini, ketersediaan sagu di Sulawesi Tenggara masih ada. Terbukti dari masih banyak tepung sagu yang dijual di pasar. Hanya ke depan tidak ditahu apakah sagu akan menjadi langka untuk didapatkan.
Lahan-lahan sagu saat ini banyak beralih fungsi misalnya menjadi lahan sawit maupun persawahan. Kondisi realnya ada di Kolaka Timur. Pada awal tahun (Januari-Februari) 2019 ini, masyarakat di sana berdemo dan ribut soal menuntut ganti rugi pohon sagu dari perusahaan sawit.
Tentang tanaman sagu di Provinsi Sulawesi Tenggara, dalam penelusuran penulis, menemukan bahwa produksi sagu paling banyak berasal dari Kabupaten Konawe. Data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2012, produksi sagu di kabupaten itu mencapai 2.298 ton pertahun.
Di Konawe, terdapat beberapa kecamatan sebagai penghasil sagu. Ada satu kecamatan yang produksi sagunya paling tinggi yaitu di Kecamatan Bondoala (Konawe) dengan produksi 410 ton per tahun. Namun hal ini juga sepertinya tidak akan bertahan lama, sebab daerah itu juga sudah dimasuki sawit. Pohon-pohon sawit terlihat jelas bila melintasi Kecamatan Bondoala.
Data terakhir yang ada di situs BPS tentang produksi sagu di Sulawesi Tenggara, tercatat pada tahun 2014. Dilihat dari volume dan nilai perdagangan antar pulau, tanaman sagu tahun 2014 yaitu 2.754 ton produksinya per tahun.
Penulis: Muhamad Taslim Dalma