Makna Haroa Muna-Buton dan Alasan Ada Bakar Dupa dalam Prosesinya

TRADISI HAROA – Seorang modji dalam proses tradisi haroa. Di depan modji itu ada sajian makanan dan ada wadah pembakaran dupa yang tengah menyala. 
JENDELASULTRA.BLOGSPOT.COM – Tradisi “Haroa” merupakan salah satu budaya tertua pada masyakat Muna dan Buton yang masih dipertahankan eksistensinya. Haroa biasa juga disebut “baca-baca”, yah karena memang ada doa-doa yang dibacakan dalam acara itu.

“Hayya, olang Muna hali-hali haloa, bagaimana mau kaya,” ungkapan dengan dialek khas itu adalah sebuah sindiran terhadap tradisi haroa. Bukan soal haroa-nya tapi biayanya yang memang tak sedikit. Perlu biaya ekstra untuk mempersiapkan bahan-bahan menu makanan dalam acara haroa.

Sajian menu makanan dalam haroa bukanlah seperti makanan sehari-hari, pantas bila cukup makal. Dalam acara haroa, ada menu khusus yang hanya ditemukan saat haroa seperti lapa-lapa, waje, cucur, srikaya, dan ayam parende, dan jenis makanan khas lainnya. Pembuatan menu makanan itu pun seharian bagi ibu rumah tangga, tentu bergotong royong dengan suami dan anak-anaknya.

Asal usul kata “haroa” dapat ditelusuri lewat bahasa daerah Muna.  Haroa berasal kata “haro” yang artinya ‘sapu’ atau ‘membersihkan’. Dapat dijabarkan, pengertian haroa adalah proses membersihkan dosa-dosa manusia.

Dalam prosesi haroa, doa-doa dipanjatkan oleh imam atau modji (yang memimpin jalannya haroa) untuk memohon ampunan dosa, meminta keselamatan, kemudahan rezeki,tolak bala dan permintaan-permintaan lainnya kepada Tuhan.
Sajian makanan dalam tradisi haroa, terdapat sejumlah makanan khas tradisional masyarakat Muna seperti cucur, waje, lapa-lapa, sirikaya, dan lainnya.
Tak hanya itu, leluhur yang telah meninggal dunia pun turut didoakan agar diampuni segala dosa-dosanya. Biasanya mendekati akhir proses haroa, nama-nama leluhur maupun keluarga yang telah wafat disebut namanya satu persatu untuk dimohonkan pengampunan.

Haroa rutin dilaksanakan ketika memasuki bulan ramadhan. Ada pula haroa yang diadakan saat acara adat lainnya, misalnya sunatan, karia, katoba, kangkilo, dan masih banyak lagi. Secara umum, pelaksanaan haroa lekat dengan tradisi-tradisi bernuansa agama Islam. Makanya dalam doa-doa yang dibacakan adalah ayat-ayat kitab suci Al-Qur’an.

Tentang bakar dupa dalam proses haroa, alasannya tidak lain hanya dimaksudkan untuk mengharumkan maupun memberi suasan khusyu dalam suasana pembacaan doa. Bakar dupa tidak ada kaitannya dengan keyakinan-keyakinan agama lain selain Islam, serta tidak ada hubungannya dengan mahluk halus atau bentuk kesyirikan lainnya.

Bahan dupa yang dibakar biasanya dari gula pasir, kulit langsat yang dikeringkan, dan ada pula dari lilin sarang lebah. Bahan dupa itu dalam bentuk serbuk dan hanya digunakan salah satunya.  Masing-masing jenis dupa menimbulkan bau berbeda-beda ketika dibakar.

Bahan dupa dibakar oleh Modji sedikit demi sedikit seraya melafalkan doa-doa. Serbuk dupa itu dibakar dalam sebuah wadah sebesar mangkuk sabun colek. Wadah itu biasanya terbuat dari tanah liat.***

Penulis: Muhamad Taslim Dalma