Eks Buruh Sawit PT. DJL & PT. Mulya Tani Kelaparan

Saat eks buruh sawit PT. Damai Jaya Lestari (DJL) dan PT. Mulya Tani mendudukuki sekretariat DPRD Sulawesi Tenggara. Foto: Dok. Penulis
JENDELASULTRA.BLOGSPOT.COM, KENDARI – Ratusan eks buruh kelapa sawit saat ini ditampung di dinas sosial provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra). Para pekerja yang berasal dari Nusa Tenggara Timur (NTT) itu datang ke Kendari dengan menggunakan 5 unit mobil truk tongkang dan 6 unit mobil Avanza. Seluruh barang dan perlatan dapur turut di bawa serta karena mereka telah dikeluarkan secara sepihak oleh perusahaan perkebunan kelapa sawit PT. Damai Jaya Lestari (DJL) di Konawe Utara dan PT. Mulya Tani di Konawe.

Untuk mendapatkan truk dan mobil sewaan mereka mengandalkan sumbangan warga dan sisa-sisa yang ada di celengan gaji sehingga mereka akhirnya bisa sampai di Kendari, Senin (5/10/2015). Berbekal ubi jalar rebus dan pisang mereka memberanikan diri datang di Kendari untuk mengadu ke Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Sultra, DPRD Sultra, Dinas Sosial, Serta instansi terkait.

Total buruh sekitar 250 orang, ditambah 70 anak yang kebanyakan balita serta terdapat 10 bayi. Mereka sempat menduduki DPRD Sultra Senin siang (5/10/2015) hingga jam 11 malam. Setelah itu mereka dipindahkan di Kantor Dinas Sosial Sultra.



Diperlakukan Layaknya Budak


Koordinator eks buruh ini, Adrianus  mengungkapkan selama bekerja di PT DJL dan Mulya Tani sejak September 2009 hingga Oktober 2015 kerap diperlakukan layaknya budak. Para buruh diperas, diancam, bahkan ada ditipu, dan kesehatan juga tidak diperhatikan.

“ Salah satu bentuknya kami dipaksa untuk bekerja lebih dari 7 jam namun gaji tidak bertambah. Contoh kasusnya: para mandor lapangan dan asisten di seluruh afdeling terhitung absen pagi jam 6 bekerja sampai jam 12 break, lanjut lagi jam 1 siang sampai jam 6 sore. Kemudian pulang jalan kaki dengan jarak 6 kilo meter sehingga sampai di base camp sudah jam 7 malam ke atas,” Ungkap Adrianus di sekretariat DPRD Sultra, Selasa (6/10/2015).

PT.  DJL dan PT. Mulya Tani juga dituding menipu soal kartu kesehatan bahwa perusahaan sudah mendaftarkan para buruh ke BPJS Kesehatan. Namun faktanya para buruh hanya memegang kartu jamsostek yang kini sudah tidak berlaku sehingga ketika di bawah ke rumah sakit ditolak dan harus membayar obat dan perawatan.


Salah seorang eks buruh saat menunjukkan kartu Jamsostek yang diberikan perusahaan, padahal sudah tidak berlaku lagi. Sementara setiap bulan gaji buruh dipotong untuk membayar kartu itu.
Untuk kecelakaan kerja atau akibat perintah lain di luar jam kerja sudah terdapat 20 orang. Diantara itu ada yang ibu-ibu berusia lanjut yang matanya terkena serbuk sawit hingga kini rabun total dan adapula seorang pria yang harus merelakan biji kelaminnya hilang satu.

Perusahaan terus memperkerjakan buruh di atas usia 50 tahun dan dipaksa menandatangani surat perjanjian atas kemauannya sendiri. Hal itu ada intruksi pimpinan perusahaan mulai dari direksi sampai ke personalia.

 Duka terbesar kata Adrianus terjadi beberapa waktu lalu yakni meninggalnya almarhumah Rini Mulia Sari karena tidak mendapatkan perhatian dari prusahaan. Pada saat itu pimpinan perusahaan PT. Mulya Tani tidak memberikan izin agar mobil perusahaan digunakan untuk membawa almarhumah ke rumah sakit. Padahal permohonan sudah dilakukan hingga 5 kali berturut-turut.

Atas Bantuan masyarakat setempat, keluarga korban akhirnya mendapatkan mobil sewa dan dibawa ke rumah sakit di Kendari, namun dalam perjalanan tiba di Desa Polora Indah sekitar pukul 23.00 Wita korban menghembuskan nafas terakhir dan kemudian dikuburkan TPU Punggolaka Kendari.



Dipecat Sepihak, Paksa Tanda Tangan

Ratusan buruh tersebut dikeluarkan dari perusahaan tanpa alasan yang jelas. Hubungan kerja diputusakan tanpa ada kompensasi, meskipun hanya untuk biaya pulang ke NTT.

Adrianus mengatakan 6 tahun lalu di september 2015, pihak 2 perusahaan tersebut merekrut dia dan warga lainnya dengan iming-iming gaji yang layak dan pekerjaan yang baik. Namun tanpa sebab tiba-tiba mereka dipaksa untuk tanda tangan bahwa keluar dari perusahaan karena kemauan sendiri.

“Ketika diancam maka kami tidak berdaya dan terpaksa harus tanda tangan. Selama 6 tahun ini tidak ada kesempatan bagi kami untuk menuntut ataupun sekedar melawan. Cuti saja tidak diberikan, belum lagi pada hari minggu tidak diberikan kesempatan untuk ibadah karena harus bekerja di kebun merica milik PT. Mulya Tani,” Ungkap Adrianus.

Bahkan kata Adrianus para buruh diadatangi hingga 5 kali di tempat tinggal mereka untuk menandatangani surat pengunduran diri dari perusahaan. Ke 6 kalinya pihak perusahaan datang dengan mengiming-imingi gaji langsung diterima full serta tambahan Rp 70 ribu untuk pembeli rokok.

Ratusan buruh yang tidak berdaya akhirnya terpaksa tanda tangan dengan pernyataan keluar dari perusahaan atas kemauan sendiri. Namun surat itu kata Adrianus dimanfaatkan pihak perusahaan untuk lepas tanggung jawab.

Jika diuraikan satu persatu, total ada 36 jenis pelanggaran yang diuangkapkan Adrianus.



Kelaparan di Dinas Sosial Sultra, Butuh Uluran Tangan Dermawan

Saat ini ratusan buruh tersebut membutuhkan uluran tangan-tangan dermawan untuk membiayai makan dan minum mereka. Gaji buruh selama 6 tahu bekerja tidak ada yang tersisa karena beratnya kebutuhan hidup dan banyaknya pungutan liar dan iuran yang tidak jelas.

Koordinator Kerukunan Keluarga NTT Maidin Abdul Syaid mengatakan para buruh itu saat ini benar-benar sudah tidak memiliki uang dan semalam sempat kelaparan. Bekal ubu rebus dan pisang yang dibawa sudah habis.

“Terpaksa semalam harus utang dulu di warung-warung. Total bon yang ada sudah sekitar 3.5 juta rupiah. Tadi pagi juga sudah ada warga kota yang datang memberikan bantuan sekarung beras,” Kata Maidin di sekretariat DPRD Sultra, Selasa (6/10/2015).

 Sementara itu, dari pihak PT DJL dan PT Mulya Tani tidak ada seorangpun yang datang melihat para buruh tersebut. Padahal seharusnya kata Maidin, jika melihat hubungan kerja yang sudah berlangsung selama 6 tahun maka seharusnya ada rasa empati dari perusahaan.


Perusahaan Bantah Tuduhan dan Lepas Tangan Terhadap Buruh

Pihak PT. DJL dan PT. Mulya Tani membantah sebagian tuduhan para buruh  dan lepas tangan terhadap ratusan buruh tersebut karena sudah ada surat pengunduran diri yang ditandatangani secara suka rela.

Kepala Bagian Tanaman dan Personalia PT. DJL Ulil Sitorus mengatakan pihak perusahaan tidak pernah mengarahkan praktek-praktek seperti yang disangkakan para buruh. Kalaupun memang terjadi maka itu ulah salah satu oknum seperti mandor dan lainnya.

“Kami akan menginvestigasi dulu apa benar yang dituduhkan itu. Tapi itu kan baru dari salah satu pihak yakni buruh, makanya kita akan selidiki dulu kalau memang oknumnya bersalah maka pasti ada penilaian untuk memberikan tanggung jawab. Untuk saat ini kami belum bisa memastkan tuduhan para buruh itu benar atau salah karena masih ada proses investigasi,” Kata Ulil Sekretariat DPRD Sultra, Selasa (6/10/2015).

Untuk kecelakaan kerja hanya bisa diketahui jika ada keterangan medis dan laporan adanya kecelakaan kerja harus dari pimpinannya atau mandornya sendiri di lokasi perkebunan. Namun kata Ulil tidak pernah ada lapran yang masuk bahwa ada kecelakaan kerja.

Ulil bercerita pada beberapa tahun sebelumnya para buruh tersebut sudah diberikan uang untuk pulang ke kampung mereka namun para buruh memohon untuk bekerja kembali. Akhirnya kata Ulil dengan terpaksa buruh asal NTT itu sebagai pekerja lepas dan tanpa ada kontrak.

Kini di tengah kondisi ekonomi Indonesia yang sedang buruk maka mau tidak mau buruh tersebut tidak bisa lagi dipekerjakan. Olehnya kata Ulil,

“Untuk masalah BPJS kan, bapak ibu tahu sendiri BPJS itu masih bergolak sehingga hanya sebagian yang sudah beres administrasinya dapat didaftarkan BPJSnya dan sebagian lagi masih dalam proses,” kata Ulil.



DPRD Provinsi Sultra Bentuk Panja

Untuk menyelesaikan masalah buruh asal NTT itu maka DPRD Sultra akan membentuk panitia kerja (Panja). Panja akan bekerja cepat dan paling lama selesai 2 minggu.

Keetua DPRD Sultra Abdurrahman Saleh mengatakan Panja terdiri dari sejumlah anggota komisi terkait di DPRD Sultra. Nantinya Panja akan bekerja sama dengan Dinas Pekerjaan Umum (PU) Sultra, sementara Disnakertrans Sultra diminta menginvestigasi masalah tersebut sesuai tugas dan fungsinya.

“Panja akan bekerja dari sekarang dan paling lama selama dua minggu. Ini harus cepat karena berkaitan dengan masalah hak-hak kemanusiaan,” Kata Abdurrahman Saleh saat menyampaikan kesimpulan hearing terkait masalah itu di sekretariat DPRD Sultra, Selasa (6/10/2015).

Usai hearing tersebut, Abdurrahman Saleh bersama beberapa anggota dewan lainnya patungan uang sumbangan dan terkumpul Rp 7 juta. Dana tersebut diberikan langsung kepada perwakilan buruh untuk menutupi biaya hidup sementara waktu.




Penulis: Muhamad Taslim Dalma (ZONASULTRA.COM)