Selain tentang anoa dan keindahannya, juga ada hal mistik. Dalam kawasan hutan itu diyakini ada “Onitumeane”. “Onitu” artinya ‘hantu’ atau ‘setan’ sedangkan “meane” artinya ‘bermain’. Jadi, Onitumeane adalah hantu yang bermain.
Masyarakat setempat mempercayai adanya Onitumeane yang biasanya mengganggu dengan menggoyangkan pohon.
Air Terjun Wawondiku di Kawasan Hutan Konawe Utara. (Foto: Mardin for jendelasultra.blogspot.com) |
Perjalanan ke Air Terjun
Bagi pengunjung luar, titik start dapat dimulai dari Kota Kendari, Ibu Kota Provinsi Sulawesi Tenggara. Perjalanan dilakukan dengan sepeda motor menuju arah Kabupaten Konawe Utara. Paling cepat dapat ditempuh dalam waktu 7 jam perjalanan.
Untuk akses cepat perjalanan, begitu meninggalkan Kota Kendari langsung menuju Konawe Utara, tepatnya Kecamatan Kapoiala. Di daerah itu melintasi sungai sehingga harus naik pincara. Sekitar 5 menit menyebrangi sungai, perjalanan kembali dilanjutkan dengan kendaraan yang dibawa serta.
Perjalanan dilanjutkan menuju Desa Lambuluo, Kecamatan Motui. Di sini juga harus naik pincara sekitar 15 menit. Perjalanan dilanjutkan menuju SMP 1 Molawe. Begitu sampai di sekolah ini, perjalanan dengan sepeda motor masih dilanjutkan dengan rute tanjakan dan sedikit menurun, sejauh 1 kilo meter.
Begitu sampai di samping kebun cengkeh, motor harus disimpan. Perjalan dilanjutkan dengan berjalan kaki. Rutenya mendatar, melewati hutan, kebun mangga, kebun cengkeh, dan padang rumput yang tak begitu luas, lalu masuk hutan lagi. Perjalanan tanpa kendaraan itu selama kurang lebih satu jam.
Di perjalanan ada banyak lintah dari seukuran lidi sampai seukuran batang pensil. Tak jarang juga melewati banyak aliran air bertingkat di bebatuan. Di aliran air itu tidak tampak ikan, yang ada hanya keong kecil bundar hitam, masyarakat lokal menyebutnya “boyku”. Boyku biasa jadi menu santapan khas yang sedap.
Air Terjun Wawondiku di Kawasan Hutan Konawe Utara. (Foto: Mardin for jendelasultra.blogspot.com) |
Jalan menuju air terjun, adalah hutan belantara yang sepertinya belum tersentuh proyek-proyek pemerintah. Arah jalan pun hanya mengandalkan bekas-bekas jejak kaki. Pengunjung biasanya diantar oleh warga setempat. Jalur masuknya juga biasa digunakan masyarakat yang masuk menebang kayu, sehingga ada pondokan-pondokan para penebang kayu yang bisa digunakan untuk istirahat.
Sepanjang jalan masuk, tidak ditemukan pengumanan apakah hutan itu masuk dalam kawasan yang dilindungi. Di dalamnya ada berbagai jenis pohon dengan diameter yang cukup besar, ada yang butuh rentangan tangan dua orang dewasa untuk melingkari batangnya.
Perjalanan panjang itu, terbayar lunas dengan sajian pemandangan alam Air Terjun Wawondiku, plus kesejukan yang menyertai. Sebagai catatan, jangan lupa bawa bekal, di dalam tak ada makanan.***
Baca Artikel Sebelumnya : Air Terjun Wawondiku Konawe Utara, Mengalir dari Puncak Sarang Anoa (Part 1)
Penulis: Muhamad Taslim Dalma