Salah satu Al-Qur’an tertua di Sulawesi Tenggara (Sultra) yang disimpan oleh salah satu warga Kendari. Kitab suci tulis tangan ini merupakan bukti sejarah penyebaran Agama Islam di Muna. |
Al-Qur’an tersebut ditulis sekitar abad ke-15. Isinya tanpa nomor ayat dan tampilannya sudah agak kusut di bagian sampingnya tapi masih terususun rapi. Kitab ini masih lengkap dengan sampulnya yang kecokelatan.
Awalnya Al-Qur’an itu dibawa ke Muna oleh Syarif Muhammad atau Saidi Rabba yang melakukan dakwah Islam. Saidi Rabba datang dengan membawa Al-Qur’an tulis tangan untuk tiap bharata di Muna.
Lahontohe adalah salah satu bharata yang diberi Al-Qur’an tulis tangan ini. Kitab inilah yang disimpan La Fariki, didapatnya berdasarkan garis keluarga. La fariki dipercaya untuk menyimpan dan merawatnya.
Kitab yang menjadi bukti sejarah Islam di Muna itu, tercatat merupakan peninggalan La Imamu bergelar Yaro Kapoindalo. Dalam wasiatnya La Imamu berpesan “siapa yang pegang Al-Qur’an ini agar merawat kuburku, karena saya tidak punya keturunan”. Setelah La Imamu, kemudian diberikan ke Wa Ewi, lalu H. La Apo, hingga kini La Fariki.
Baca juga:
* Cerita Tentang Haroa: Tradisi yang Mengharmoniskan Keluarga
* Legenda Fotografer Kendari, 37 Tahun Jadi Tukang Potret
Museum Pusat Informasi Kebudayaan Sultra
Bagi Anda yang melihat lebih dekat Al-Qur’an berusia lima abad itu, bisa datang berkunjung ke Museum Pusat Informasi Kebudayaan Sultra. Selain itu, ada pula Al-Qur’an yang ditulis abad ke-17 yang bentuknya lebih besar dibanding Al-Qur’an yang pertama tadi.
Al-Qur’an berusia tiga abad lebih itu merupakan peninggalan dari La Gunu yang meninggal sekitar tahun 1982. La Gunu tidak meninggalkan keturunan, namun Al-Qur’an tetap dalam perawatan garis keluarga. Setelah La Gunu kemudian Wa Uji, dan kini disimpan La Fariki.
Dalam Museum Pusat Informasi Kebudayaan Sultra juga terdapat benda-benda antik lainnya. Museum ini berisi referensi sejarah Islam di Sultra, kebudayaan terutama kebudayaan maritim dan referensi umum.
Museum itu dirintis secara perorangan dan dikelola oleh keluarga. Bahan-bahannya dikumpulkan La Fariki sejak awal jadi PNS yang bertugas menyusun pidato Gubernur Sultra La Ode Kaimoeddin. Dengan tugasnya itu, sejak 1998 La Fariki banyak menyertai kunjungan kerja sang gubernur ke beberapa daerah di Sultra. Waktu itu dimanfaatkannya dengan mengumpulkan barang-barang antik, naskah kuno, dan lainnya.
Kini di museum itu, ada tempat air munum zaman dulu, alat memasak dari kuningan, guci dari China, alat permainan tradisional “kadudi”, dan masih banyak lagi. Beberapa barang dalam museum itu dilengkapi dengan lembar penjelasan untuk memudahkan pengunjung mengenali. Motivasi La Fariki adalah untuk mewariskan nilai-nilai budaya generasi berikutnya, tidak hanya bagi keluarga tapi juga masyarakat luas. ***
Penulis: Muhamad Taslim Dalma