Anggrek serat dengan nama latin Dendrobium utile merupakan jenis flora yang jadi identitas Sulawesi Tenggara (Sultra) sesuai Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 48 Tahun 1989 tentang Pedoman Penetapan Identitas Flora dan Fauna Daerah.
Pada tahun 1997 Pemerintah Republik Indonesia (RI) menerbitkan perangko bergambar dengan tulisan “Anggrek Serat, Sulawesi Tenggara” senilai Rp300. Bunga anggrek jenis ini dalam masyarakat lokal suku Tolaki disebut “sorume”.
(Baca: Mengenal Anggrek Serat Tanaman Endemik Sulawesi yang Terancam Punah)
Anggrek jenis ini memiliki nilai khusus pada masyarakat Tolaki karena dijadikan bahan baku pembuatan anyaman peralatan adat. Namun untuk pengembangannya belum ada, masyarakat masih mengandalkan hasil dari alam.
Dr. Sitti Aida Adha Taridala menunjukkan anggrek serat yang berhasil ditanamnya dalam sebuah pot. |
Tim peneliti dari Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Halu Oleo (UHO) dengan dukungan Pemerintah Kolaka Timur (Koltim) telah melakukan penelitian tahap awal berjudul “Pengembangan Budi Daya Tanaman Sorume di Kabupaten Kolaka Timur”. Dalam hasil penelitian yang dilakukan pada November hingga Desember 2021 ini didapatkan data-data yang berguna untuk pengembangan anggrek serat.
Dari penelitian itu ditemukan kondisi lingkungan tempat pertumbuhan anggrek serat adalah di Pegunungan Hopulo. Secara rata-rata, kisaran ketinggian tempat ditemukannya sorume adalah 1.300-1.520 meter di atas permukaan laut (MDPL) dengan suhu 20,8°C dan kelembaban udara 56,2 persen, serta intensitas cahaya dalam kondisi terbuka sampai setengah ternaung.
Dari penelitian dengan metode eksploratif itu juga ditemukan bahwa ternyata sorume dapat tumbuh di luar habitat aslinya, antara lain di Kelurahan Woitombo, Kolaka Timur; di Kota Kendari; di Kecamatan Landono, Kabupaten Konawe selatan; dan di Unaaha, Kabupaten Konawe.
Ketua Tim Peneliti Dr. Sitti Aida Adha Taridala mengatakan fakta bahwa sorume dapat tumbuh di luar habitatnya memberikan indikasi bahwa ada peluang untuk pengembangan sorume secara luas di kalangan masyarakat. Metodenya adalah budidaya dengan menanam sorume dalam pot dengan media sabut kelapa dan arang, atau dilekatkan pada pohon yang masih hidup. Hanya saja metode ini tergolong lebih lambat dibanding pada habitat aslinya.
“Ini tidak akan berkembang kalau masyarakat kita Sulawesi Tenggara tidak menanam. Kalau hanya diambil terus dari hutan itu bisa habis, dan juga kalau pencari anggrek sudah tidak mampu naik ambil, siapa yang akan pergi mengambil jauh begitu di gunung, kan tidak ada. Di atas juga kalau hutan di rambah terus itu bisa habis,” ujar Sitti di kediamannya, Kendari, 17 April 2022.
Oleh karena itu, dalam hasil penelitiannya Sitti bersama tim merekomendasikan perlunya penerapan strategi konservasi oleh Pemda Kolaka Timur. Hal ini bertujuan, di samping untuk menjaga kelestarian sorume di habitat aslinya, juga dapat dikembangkan menjadi alternatif tujuan wisata edukasi, dengan memperhatikan kaidah-kaidah kelestarian alam yang ketat.
Sementara metode budi daya secara generatif (dari biji), belum dilakukan karena belum adanya buah dari sorume yang siap panen. Metode budi daya dengan memanfaatkan bioteknologi terkini dengan kultur jaringan telah mereka lakukan namun perlu diulang lagi, karena diduga terjadi kontaminasi.
Percobaan kultur jaringan anggrek serat. (Foto: Penelitian LPPM UHO) |
Dalam melakukan kultur jaringan ini, Tim Peneliti melakukannya di Laboratorium Agroteknologi Unit In Vitro UHO. Bagian tanaman yang diambil untuk percobaan adalah bagian daunnya yang muda, sedangkan batangnya tidak bisa karena keras dan tidak berbuku-buku.
Percobaan kultur jaringan itu sudah dua kali dilakukan tapi belum berhasil. Menurut Sitti kegagalan ini adalah hal yang wajar karena butuh beberapa kali lagi percobaan. Oleh karena itu meski penelitiannya sudah berakhir, ia masih akan melakukan percobaan.
Selain kultur jaringan lewat daun, cara lain yang juga bisa dilakukan adalah kultur biji in vitro. Namun hal ini belum bisa dilakukan karena dari sampel anggrek yang dibudidayakan belum ada yang menghasilkan biji. Sitti sudah mendapatkan biji anggrek serat dari hutan lokasi penelitian tapi karena lamanya di perjalanan maka tidak memenuhi syarat lagi untuk dilakukan kultur biji in vitro.
Bagaimana Cara Budi Daya Anggrek?
Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Destario Metusala menjelaskan untuk kultur jaringan (tissue culture) dengan daun tampaknya kurang efisien untuk tujuan perbanyakan anggrek serat mengingat prosesnya yang lebih rumit dibandingkan kultur biji secara in-vitro. Kultur jaringan dengan daun juga membutuhkan waktu yang lebih lama daripada kultur biji.
Menurut dia, teknologi kultur jaringan daun sebaiknya digunakan untuk memperbanyak individu dengan karakter genetik unggul hasil dari tahapan seleksi populasi yang ketat. Hal tersebut dikarenakan kultur jaringan daun memiliki kelebihan untuk menghasilkan bibit-bibit dalam jumlah banyak dengan karakter genetik yang identik seperti individu sumber sampel/eksplan daun (induk).
“Apabila belum pernah dilakukan studi terkait seleksi individu anggrek serat dengan genetik unggul, maka mungkin lebih efisien dengan kultur biji secara in-vitro supaya dapat diperoleh variasi genetik yang lebih beragam. Kultur biji juga lebih sederhana dan laju pertumbuhannya di lab cenderung lebih cepat,” ujar Destario, 20 April 2022.
Lebih lanjut kata dia, untuk perbanyakan anggrek dengan pecah rumpun seperti yang dilakukan warga Ameroro juga bisa saja. Namun cara ini relatif lebih lama dan hanya bisa dipecah jadi beberapa rumpun baru saja.
Destario mengaku tertarik bisa mendapatkan rumpun anggrek serat untuk dibungakan lalu diserbuki agar jadi buah. Kemudian, buah akan mereka tabur di media kultur in-vitor di Laboratorium. Dengan cara ini sudah banyak yang berhasil pada anggrek jenis lain.
Hal lain yang juga penting dalam budi daya anggrek adalah lingkungan di mana anggrek bertumbuh. Apalagi bila habitat anggrek serat pada ketinggian 1.300-1.520 MDPL maka ketika berada di dataran rendah (200 MDPL ke bawah) akan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhannya.
“Perbedaan ketinggian lokasi itu bisa berpengaruh sekali ke pertumbuhan anggrek. Anggrek dari dataran tinggi cenderung akan stres saat ditanam di dataran rendah sehingga pertumbuhan juga tidak secepat/sebagus kalau ditanam di dataran tinggi. Mungkin tetap bisa hidup dan tumbuh, hanya saja tidak seoptimal kalau di dataran tinggi,” ucap Destario.
Solusinya agar bisa optimal di dataran rendah maka harus dibuat rumah kaca dengan humidifier (alat pelembab udara) dan pengatur suhu. Hal ini supaya suhu dan kelembaban bisa persis sama dengan dataran tinggi sehingga anggrek seolah berada di habitat aslinya.
(Baca: Lintas Generasi Pengrajin di Konawe, Hasilkan Anyaman Tolaki Bernilai Tinggi dari Anggrek Serat)
Pemda Kolaka Timur Target Kembangkan Sorume
Pemerintah Daerah (Pemda) Kolaka Timur (Koltim) memasang target untuk mengembangkan sorume sebagai ikon daerah. Hal ini dalam rangka implementasi visi misi Pemda Koltim 2021-2026 yakni pada poin misi pertama adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia berbasis ajaran agama, ilmu pengetahuan dan teknologi serta budaya lokal.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kabupaten Koltim Mustakim Darwis menjelaskan budaya lokal yang dimaksud dalam misi tersebut salah satunya adalah tentang sorume. Sehingga, pengembangan sorume sudah masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) sesuai dengan visi misi kabupaten.
(Baca: Kisah Pemburu Tanaman Para Dewa di Puncak Mowewe Kolaka Timur)
Pemda Koltim menganggap sorume sangat penting karena tanaman ini tergolong endemik dan hanya tumbuh di Koltim serta menjadi kebanggaan. Apalagi, Koltim memiliki julukan “wonua sorume” yang artinya negeri anggrek serat dan dalam lambang Pemda Koltim terdapat kembang anggrek serat. Selain itu, sorume juga jadi bahan baku pembuatan kerajinan tradisional.
Oleh karena itu, dalam penyusunan RPJMD 2021-2026, pasangan bupati Samsul Bahri Madjid dan Andi Merya Nur ingin menonjolkan sorume sebagai ciri khas Koltim. Dalam perjalanan pemerintahan, Koltim kini dipimpin Penjabat Bupati Sulwan Aboenawas tetap sepakat bahwa sorume adalah tanaman khas Koltim yang harus dilestarikan.
Sebagai tindak lanjut implementasi visi misi pemda, maka Bappeda bekerja sama dengan LPPM UHO pada tahun 2021 lalu dengan ketua tim peneliti adalah Dr. Sitti Aida Adha Taridala. Hasil penelitian itu sudah dicetak dalam bentuk buku.
“Buku itu kita bagikan ke kecamatan-kecamatan. Harapan kita melalui ketua tim penggerak PKK (pembinaan kesejahteraan keluarga) dan ibu-ibu camat mengembangkan itu di setiap kecamatan,” ujar Mustakim di kantornya, 11 Mei 2022.
Anggrek serat/Dendrobium utile. |
Saat ini, pengembangan sorume itu masih tahap awal berupa pengenalan ke stakeholder terkait dan masyarakat. Ke depan, yang diharapkan adalah dapat dilakukan budi daya, menjadi kerajinan yang laku di pasaran, dan sorume dapat dikenal luas sebagai ikon daerah Koltim.
Salah satu dinas terkait yang merespon hasil penelitian tersebut adalah Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Koltim Edy Majid melalui Kabid Destinasi Rismanto mengatakan sumber daya manusia (SDM) penting dalam pengembangan sorume. Selama ini, meski Koltim jadi sumber bahan baku sorume tapi pengrajinnya tidak ada.
“Kita siapkan saja dulu pengrajinnya karena ekonomi kreatifnya yang mau kita kembangkan supaya jadi salah satu ciri khas daerah. Apalagi ini sangat berpotensi dengan mahalnya hasil anyaman dari sorume. Kita biasa beli di Konawe itu harganya jutaan rupiah,” ujar Rismanto di kantornya, 11 Mei 2022.
Terkait destinasi wisata, belum ada yang secara khusus menyediakan tanaman anggrek serat. Saat ini bagi yang ingin melihat anggrek serat harus pergi ke puncak Mowewe sebagai tempat tumbuh alamiahnya.
Dia berharap sorume atau anggrek serat ini dapat dibudidayakan secara luas sehingga siapa saja yang datang ke Koltim bisa melihat langsung. Sebab aneh bila sorume pupuler tapi hanya sebatas wacana. (*)
Penulis: Muhamad Taslim Dalma
(Baca juga: Cerita Tentang Sorume pada Suku Tolaki, Digunakan sebagai Pengikat Istana Raja)